Orang-orang yang hidupnya untuk agama.
Uangnya habis untuk agama.
Waktu dan tenaga habis untuk agama.
Lalu ktemu orang-orang yang pandangannye lebih tentang dunua, bisa saja sisebut tidak realistis.
Namun sesungguhnya, bukan tidak realistis, tapi itu tentang prioritas.
Dan realistis untuk orang beriman adalah prioritas pada agamanya.
Uangnya habis untuk agama.
Waktu dan tenaga habis untuk agama.
Lalu ktemu orang-orang yang pandangannye lebih tentang dunua, bisa saja sisebut tidak realistis.
Namun sesungguhnya, bukan tidak realistis, tapi itu tentang prioritas.
Dan realistis untuk orang beriman adalah prioritas pada agamanya.
Rezekimu itu adalah apa yang engkau makan sampai habis.
Apa yang engkau pakai hingga usang.
Dan apa yang engkau sedekahkan.
Apa yang engkau pakai hingga usang.
Dan apa yang engkau sedekahkan.
Lalu bagaimana dengan uang kita yang mengendap di bank?
Bagaimana dengan pakaian kita yang hanya menumpuk di almari?
Bagaimana dengan seluruh harta kita yang diam?
Belum tentu itu adalah rezeki kita.
Bagaimana dengan pakaian kita yang hanya menumpuk di almari?
Bagaimana dengan seluruh harta kita yang diam?
Belum tentu itu adalah rezeki kita.
Padahal mungkin apa yang menurut kita realistis selama ini adalah tentang dunia.
Padahal realistis yang sesungguhnya adalah kematian di depan mata.
Padahal realistis yang sesungguhnya adalah kematian di depan mata.
Bagaimana jika ajal kita hanya sampai besok?
Sudahkah kita siap dengan bekal yang akan kita bawa?
Yang kita tahu hanya amal kita yang akan menemani di alam kubur nanti.
Quran kita nanti yang memberi cahaya.
Sedekah untuk memberi ketenangan.
Sudahkah kita siap dengan bekal yang akan kita bawa?
Yang kita tahu hanya amal kita yang akan menemani di alam kubur nanti.
Quran kita nanti yang memberi cahaya.
Sedekah untuk memberi ketenangan.
Jadi yang manakah jadi prioritas kita?
Dunia ataukah akhirat?
Dunia ataukah akhirat?
Kemanakah kita akan pulang?
Kampung akhirat bukan?
Bukankah kita memang makhluk akhirat yang akan kembali ke akhirat juga.
Ataukah kita justru lupa darimana kita berasal dan kemana kita akan kembali.
Kampung akhirat bukan?
Bukankah kita memang makhluk akhirat yang akan kembali ke akhirat juga.
Ataukah kita justru lupa darimana kita berasal dan kemana kita akan kembali.